tiga tokoh yang sebaiknya tidak usah mencalonkan diri menjadi presiden

Semakin hari semakin bertambah saja yang ingin mencalonkan diri menjadi Presiden Republik Indonesia dalam pemilihan presiden tahun ini. Ada muka lama, banyak muka baru. Semuanya kelihatannya sangat percaya diri dan siap bertarung.

Saya sih senang saja melihat banyak pemain yang bakal ikut meramaikan pertarungan memperebutkan kursi nomor satu di negeri ini. Walaupun akhirnya – karena peraturan yang disyaratkan oleh Undang-undang bahwa calon presiden itu harus didukung minimal 20% kursi di parlemen – mungkin hanya akan ada paling banyak 4 atau 5 calon presiden (dan wakil presiden) saja.

Di antara para kandidat2 calon presiden yang sekarang sudah beredar nama2nya di berbagai media massa, menurut saya ada 3 (tiga) nama yang sebaiknya tidak perlu maju dalam pemilihan presiden mendatang karena suatu alasan. Mereka adalah:

  1. Gus Dur. Saya heran kalau ada saja pihak yang ngotot mencalonkan Gus Dur. Selain alasan kesehatan, posisi beliau dari dulu sebenarnya memang lebih cocok menjadi oposan, pengritik pemerintah dan sebagai tokoh informal saja.
  2. Megawati Soekarnoputri. Mbak Mega ini katanya memang masih diharapkan oleh sekian juta pendukung PDI-P untuk kembali menjadi presiden. Tapi saya pribadi melihat figur Mega kurang tepat untuk menjadi pemimpin bangsa ini di masa2 sulit seperti sekarang. Sewaktu menjabat menjadi presiden, beliau beberapa kali mengeluh layaknya keluhan seorang ibu rumah tangga di forum arisan. Lalu gampang merajuk, sehingga sampai detik ini beliau masih ngambek kepada SBY, mantan anak buah yang dianggapnya mbalelo melawan dirinya dan berhasil menjadi presiden. Lebih baik mbak Mega duduk manis menjadi panutan jutaan wong cilik di luar lingkaran kekuasaan. Pasti bakal lebih terhormat, daripada maju kali ini dan kalah lagi, itu berarti akan menambah koleksi kekalahan mbak Mega menjadi 3 kali (yang pertama kalah oleh Gus Dur, yang kedua kalah oleh SBY).
  3. Sri Sultan Hamengkubuwono X. Saya termasuk orang yang kecewa dengan pencalonan Ngarso Dalem sebagai calon presiden. Bukan karena saya meragukan kapasitas beliau, tapi justru karena Sri Sultan sudah punya tempat tersendiri di hati masyarakat Jogja dan itu tak tergantikan. Alasan untuk mengabdikan diri kepada kepentingan yang lebih luas (yaitu bangsa dan negara) tidaklah harus diejawantahkan dengan menjadi calon presiden. Selama ini, Sri Sultan dicintai rakyatnya karena rakyat merasa diayomi dan itu sudah merupakan bentuk pengabdian yang luar biasa. Dengan masuknya Sri Sultan ke gelanggang politik, ketokohan beliau sebagai raja jawa bisa menjadi pudar.